Rabu, 24 Maret 2010

TOLAK UKUR KEBERHASILAN SLPTT

 photo iklan posting BPBAG 517 x100_zpseeqcylwf.jpg

Sudah dua tahun ini saya memandu petani dalam program SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu). Saya sebagai seorang penyuluh kadang dalam hati bertanya-tanya, apa sebenarnya yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam kita menjalankan program tersebut. Karena dalam program tersebut pemerintah telah mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, dan kita semua berharap agar program tersebut tidak sia-sia.

Memang menurut saya SLPTT yang notabene sebagai program luar biasa spektakuler ciptaan kabinet Indonesia Bersatu dan dinilai berhasil oleh pemerintah memang seharusnya mempunyai tolah ukur keberhasilan per unit kerja penyuluh secara jelas. Bahkan bukan itu saja seharusnya ada perencanaan , monitoring dan evaluasi yang relevan dengan program tersebut per masing-masing penyuluh. Dan memang seharusnya hal tersebut diaplikasikan bukan hanya di program SLPTT saja, tetapi untuk semua kegiatan kita sebagai penyuluh pertanian.

Dengar tidak dengar, sadar tidak sadar, mau tidak mau dan diakui atau tidak diakui diluar sana diluar komunitas penyuluh bergulir isu yang tidak mengenakkan kita sebagai seorang penyuluh, PENYULUH KITA IMPOTEN. Dan lebih parah lagi mereka ada yang membenci kita sebagai penyuluh yang di labeli sebagai orang "PEMAKAN GAJI BUTA". Kerja enak dan santai tapi gaji terus jalan. Padahal kita tahu hal tersebut hanya karena ulah oknum segelintir penyuluh yang blm bisa bekerja. Kita semua tahu sebagian besar keluarga penyuluh telah bekerja dg luar biasa demi petani & demi bangsa ini. Memang kita tiap tahun membuat programa penyuluhan /RKPP (Rencana Kerja Penyuluh Pertanian), yang jadi pertanyaan " apakah kita sudah menggunakan RKPP tersebut sebagai acuan kerja ataukah hanya menjadi hiasan dimeja atau RKPP hanya sekedar untuk menambah angka kredit kita?" Cukup jawab dalam hati saja he he he.... Tapi aku yakin kita semua menggunakannya sbg acuan kerja, kecuali segelintir orang tadi.


wah jadi nglantur critanya nich, kembali ke topik masalah aja ya. Kadang diantara kita ada yang begitu bangga ketika lokasi demplot LL SLPTT kita berproduksi tinggi. Dan mengatakan kalau pelaksanaan SLPTT di desa saya telah berhasil karena bisa mencapai produksi sekian Kg/ ubin. Apakah benar keberhasilan pelaksanaan SLPTT di suatu lokasi hanya diukur dengan hasil ubinan pada lokasi LL tersebut? Jika ya, bagaimana seandainya jika di musim depan produksi menurun ? Bagai mana hasil SLPTT rekan kita yang terkena serangan hama tikus?
Kalau menurut saya tolak ukur keberhasian SLPTT di suatu lokasi ditentukan oleh
  1. Seberapa besar teknologi yang dapat kita sampaikan kepada petani sebagai pelaku usaha.
  2. Seberapa besar teknologi tersebut dapat diserap dan dilaksanakan oleh mereka.
  3. Seberapa besar manfaat dari teknologi tersebut bagi petani kita.
  4. Dan yang terpenting seberapa besar teknologi tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan para petani yang kita cintai.
Sekian dulu postingan saya kali ini, jika setuju, kurang setuju dan ragu-ragu atau bingung silakan isi komentar. Ayo tingkatkan kinerja kita demi orang yang kita cintai. Dan semoga kita tidak menjadi anggota segelintir penyuluh tadi. Bekerjalah bukan hanya dengan keras tapi bekerjalah dengan cerdas. Hidup penyuluh!!!


Terimakasih telah berkunjung ke GERBANG PERTANIAN, jika ingin melengkapi artikel ini silahkan tulis di kolom komentar. Jika anda menyukai artikel ini bagikan ke rekan-rekan anda dengan mengklik tombol suka dibawah ini..

2 komentar:

R Macmoore mengatakan...

Salam hangat Pertanian Indonesia,

Syukur akan tulisan dan ulasan yang anda lakukan, semoga masih banyak lagi Penyuluh yang lebih peduli akan pertumbuhan dan kejayaan pertanian Indonesia.

Sepertinya dan memang seyogyanya pertanian dan hal hal lainnya tidak boleh berpaling dari pertumbuhan (aplikasi) teknologi pertanian, karena hal tersebut sangat berpotensi signifikan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas pertanian (seperti yang telah anda paparkan dan simpulkan).

Disisi lain, sungguh memang sangat berlaku umum, bahwa parameter keberhasilan suatu program adalah hasil atau outputnya, dalam hal ini kuantitas dan kalau boleh kualitas panen.

Memang wajib diperhitungkan juga:
1. kondisi dan sub kondisi pada periode yang sama di tahun sebelumnya, misalnya, periode Jan-Jun 2009 dibanding Jan-Jun 2010
2. kondisi yang sama / perbandingan lahan LL dan lahan SL dan atau non SL
3. Kuantitas & kualitas / kontent semua items yang diaplikasikan; baik pupuk, pestisida, herbisida dll; apakah terjadi kenaikan kuantitas, perubahan merk atau specs dsb

Nah apabila hal tersebut sudah dipenuhi dan distandardisasi, maka, kuantitas dan kualitas hasil panen memang menjadi parameter terbaik terhadap keberhasilan program tersebut.

Jayalah Pertanian organik Indonesia.
Terima kasih dan selamat bekerja.
Semoga sukses,

R Macmoore
rmacmoore@yahoo.com

Anonim mengatakan...

Disisi lain Slptt meningkatkan SDM petani

Posting Komentar